MADRASAH KEHIDUPAN


IBU YANG PERTAMA MENGENALKAN CINTA DAN KASIH SAYANG, IBU YANG PERTAMA MENGAJARKAN TENTANG KEBENARAN, IBU YANG MEMBERI WARNA KEHIDUPAN, IBU MADRASAH PERTAMA KEHIDUPAN

Jumat, 07 Agustus 2020

aRAHASIA BILIK HATI Part 8

 RAHASIA BILIK HATI

Part : 8


"Selamat tinggal hanya untuk mereka yang suka dengan mata mereka. Karena bagi mereka yang suka dengan hati dan jiwa tidak ada hal seperti pemisah" (Jalaluddin Rumi)

Sebuah quotes tertulis indah dibatas sebuah kertas pink berbunga merah ditempel di atas meja belajar Syafia. Diusap-usapnya kertas pink berbungah merah sambil nampak dia terus berfikir.

"Apakah salah jika aku masih mencintai mas Andi?

"Apakah berdosa jika aku masih menyimpan perasaan ini dalam hatiku?

"Bukannya perasaan ini juga dariMu yaa Allah?! Syafia nampak merintih dalam diamnya.

Tiba-tiba Fia teringat hikayat cinta terindah Ali bin Abi Thalib dengan sang pujaan hati Fatimatuz Zahro putri Rasulullah, yang pernah dia baca di sebuah buku Cerita Teladan Para Sahabat di perpustakaan kampusnya.

Kisah Cinta Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra, saling mendoakan tanpa mengumbar perasaannya. Kisah cinta antara Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra. Kisah cinta yang begitu mulia disisi Allah SWT.

Ali dan Fatimah tak pernah sekali pun saling mengumbar perasaan. Mereka sama-sama menyimpan perasaannya dalam doa. Saling memantaskan diri agar menjadi pribadi yang mulia.

Betapa Allah menjaga perasaan Ali dan Fatimah. Meskipun beberapa kali perasaan mereka diuji, namun mereka tetap pasrah dan saling mendoakan.

Fatimah Az-Zahra adalah salah seorang putri Rasulullah. Ali bin Abi Thalib mulai jatuh cinta dengan Fatimah sejak sigap membalut luka Rasulullah setelah berperang.

Sejak kejadian itu, Ali bertekad akan melamar Fatimah. Namun Ali tak pernah mengumbar perasaannya. Ali hanya menitipkan doa atas rasa cintanya.

Meskipun Ali adalah salah seorang sahabat Rasul yang begitu mulia, namun Ali masih merasa malu untuk melamar. Karena ia juga belum memiliki mahar untuk melamar Fatimah.

Ketika sedang berusaha mengumpulkan modal untuk melamar Fatimah, tiba-tiba tersiar kabar bahwa sahabat Rasul yang lain ingin melamar Fatimah. Ia adalah Abu Bakar As-Shidiq.

Namun, lamaran Abu Bakar ditolak oleh Fatimah. Dan betapa gembiranya Ali mendengar kabar tersebut.

Tak lama kemudian, sahabat Rasul yang lain juga ingin kembali melamar Fatimah. Ia adalah Umar bin Khattab. Mendengar berita tersebut, Ali mulai merasa tak memiliki kesempatan.

Namun, sekali lagi. Lamaran Umar bin Khattab juga ditolak. Ali yang mendengar hal tersebut kembali gembira. Namun di sisi lain, ia juga mulai merasa ragu. Jika Abu Bakar dan Umar yang begitu teguh keimanannya saja ditolak, apalagi ia yang merasa masih belum ada apa-apanya.

Sejak saat itu Ali, kembali mengurungkan niatnya. Ia pun bercerita kepada Abu Bakar,  bahwa Abu Bakar telah membuat hatinya goyah saat Abu Bakar melamar Fatimah sang putri Roasul. Padahal sebelumnya dia sangat  menghendaki Fatimah, tetapi yang menjadi penghalang satu-satunya bagi Ali  adalah karena dia tidak mempunyai apa-apa.

Mendengar cerita Ali,  Abu Bakar pun berkata, “Wahai Ali, janganlah engkau berkata seperti itu. Bagi Allah SWT dan Rasul-Nya, dunia dan seisinya hanyalah ibarat debu-debu bertaburan belaka.”

Ali  tersadar, dan ia  merasa mendapatkan semangat baru. Ali pun memberanikan diri untuk datang menemui Rasulullah.

Sesampai dirumah Rasul, Ali ditanya perihal kedatangannya. Namun Ali tak berani menjawab. Rasul pun kembali mempertegas pertanyaanya, “ Apakah kedatanganmu untuk melamar Fatimah?”

Ali kemudian menjawab “ Iya.”

Beliau lantas mengatakan, " Apakah engkau memiliki suatu bekal mas kawin?." Dengan penuh ketulusan Ali pun menjawab, " Demi Allah, engkau sendiri mengetahui bagaimana keadaanku ya Rasulullah. Tak ada sesuatu tentang diriku yang tak engkau ketahui. Aku tidak memiliki apa-apa selain sebuah baju besi, sebilah pedang dan seekor unta."

Mendengar jawaban Ali, Rasulullah pun tersenyum lantas mengatakan, " Tentang pedangmu, engkau tetap memerlukannya untuk meneruskan perjuangan di jalan Allah. Dan untamu, engkau tetap memerlukannya untuk mengambil air bagi keluargamu juga bagi dirimu sendiri. Engkau tentunya memerlukannya untuk melakukan perjalanan jauh. Oleh karena itu, aku hendak menikahkanmu dengan mas kawin baju besi milikmu. Aku bahagia menerima barang itu darimu Ali. Engkau wajib bergembira sebab Allah lah sebenarnya yang Maha Tahu lebih dulu. Allah lah yang telah menikahkanmu di langit lebih dulu sebelum aku menikahkanmu di bumi." (HR. Ummu Salamah)

Ali dan Fatimah sudah saling mencintai. Namun tak ada satu pun dari mereka yang mengumbar tentang perasaaanya. Mereka sama-sama saling mencintai dalam doa.

Bagi Ali, butuh usaha bertahun-tahun untuk memantaskan diri. Agar ia pantas untuk Fatimah. Beberapa halangan juga sempat Ali lalui. Namun, Ali tak pernah menyerah untuk dapat melamar Fatimah.

Begitupun Fatimah, ia mencintai Ali juga dalam doa. Bersama memantaskan diri. Sehingga kisah cinta mereka begitu mulia disisi Allah SWT.

Banyak pelajaran yang dapat diambil dari kisah cinta Ali dan Fatimah bagi Syafia.   Dan tentunya dapat menjadi inspirasi untuknya  agar menjadikan cintanya pada Andi sebagai doa.. Doa yang terus akan selalu ada disetiap sujudnya.

________

Suasana rumah Syafia masih nampak aura duka. Meskipun ini adalah hari kelima  meninggalnya mama Syafia akibat kecelakaan. Syafia dan adiknya Syifa sangat terpukul dengan kejadian yang tidak pernah disangka-sangka ini. Itulah rahasia kematian, tak satupun yang dapat membaca firasat atau tanda kapan kematian akan datang menjemput.

Syafia masih teringat jelas, hari minggu kemarin ketika dia pulang dan menginap di rumah orang tuanya, dia sempat membuat sedih mamanya. Masakan kesukaannya yang dibuat khusus oleh mama untuknya  tidak sempat disentuhnya.

" kemarin minggu aku da kecewain mama ukhti ... Aku belum sempat minta maaf tapi mama keburu pergi ... " tangisnya meledak lagi. Airmatanya tak pelak membasahi busana ukhti Ana sang murabbi yang batu dapat melayat ke rumahnya.

"Pasti mama sedih ..." lanjutnya diantara tangis yang tak jua mampu dia hentikan.

"Sabar ukhti ... Ukhti masih bisa berbuat banyak untuk mama dengan terus mendoakannya" sang murobbi mencoba menenangkan Syafia yang nampak sangat syok dengan ujian kematian mamanya. Apalagi  sang papa juga masih di rawat di rumah sakit karena kecelakaan itu.

"Aku tidak bisa memafkan diriku ukhti ... " sanggahnya masih merasa sangat menyesal masakan terakgir mama yang disiapkan untuknya fidak dapat dia nikmati, karena saat itu tiba-tiba ada panggilan dari tannya untuk segera datang ke kampus karena suatu urusan. 

Sesaat yang terdengar hanya tangisan lirih Syafira diantara bacaan ayat-ayat Al Quran yang disuarakan oleh Aida dan kawan-kawannya. Ana memahami perasaan bersalah Syafia dan membiarkan Syafira untuk mengungkapkan dalam tangisnya  agar tidak menjadi beban hatinya.

" Ukhti ... Ukhti Fia yang sabar ya ... Ukhti pasti tahu bahwa pada hakikatnya semuanya adalah milik Allah SWT maka apa yang kita miliki termasuk nyawa adalah pinjaman dari Allah ... dan sewaktu-waktu akan diambil oleh pemiliknya Allah swt " Hibur Ana dengan nada bijak dan suara anggunnya yang mendamaikan.

" Ingat ... Ukhti masih punya tanggung jawab .merawat papa dan menguatkan adek ... Biarlah mama sudah bersama pemiliknya ikhlaskan ... Papa dan adek yang masih butuh ukhti kuat ... " Lanjut Ana, sementara tangis Syafia sudah mulai terhenti.

" Ukhti harus bangkit dari kesedihan ini kalau ukhti masih sayang papa dan adik ..." kata Ana lembut, dan sepertinya mampu menembua hati Syafia dan menyadarkannya.

" Iya ukhti ... Syukron ukhti telah mengingatkanku tentang papa ... " kata Syafia pelan dan mulai menghapus air yang menetes dari matanya yang nampak semakin bengab.

Suara bacaan Al Qur'an terus diperdengarkan dari speaker mini di ruang tamu. Teman-teman Syafira sedang mengadakan kegiatan khataman dan kirim doa untuk mama Syafia. Mereka tahu Syafira dalam puncak kesedihan, makanya sejak berita meninggalnya mama Syafia mereka tidak meninggalkan Syafia sedetikpun.

Sementara adik Syafia dengan ditemani om Yanto adik dari papa mereka, berada  di rumah sakit menunggu sang papa yang masih koma di ruang ICU.

Kematian adalah  ujian terberat umat manusia, dan juga  sebagai nasihat bahwa siapapun yang hidup suatu saat akan mati. Tidak ada syaratnya untuk mati, pun juga untuk ditinggal mati oleh orang-orang yang dicintai. Apakah kematian datang saat usia sudah sangat rentah dan anak-anak sudah mapan? atau kematian datang saat masih sangat muda dan anak-anak masih sangat membutuhkan, kematian tidak pandang usia, pangkat, kelas dan apapun yang fana di dunia ini. 

Kematian datang kapan saja, saat Allah menghendaki.

__________

Tatapan mata Syafia nampak kosong, lalu lalang orang di hadapannya tidak sedikitpun membuyarkan lamunanya. Sudah hampir dua jam Syafia duduk diam di kursi tunggu rumah sakit yang sudah mulai terdengar berdenyit ketika sang penumpang bergerak atau merubah posisi duduk. Tak ada yang bisa menebak apa yang sedang berkicau dibenak Syafia, dia nampak asyik dengan lamunannya. Hanya nampak raut mukanya  sedih, yang menandakan sedang ada kesedihan yang teramat dalam di dasar  hatinya.

Bisa dimengerti, karena sang ayah yang sudah hampir 2 bulan dalam kondisi koma di rumah sakit. Tak ada perubahan sedikitpun kondisi sang papa sejak terjadi lecelakaan yang sudah membawa mama Suafira harus dia relakan menghafap sang Khaliq. Hanya papa nya yang diharapkan tidak turut pergi dan dapat bertahan untuk menani dia dan adiknya. Syafia merasa belum siap jika secepat itu kedua orang tuanya akan pergi. Dia belum belajar banyak tentang kehidupan yang sangat keras.

Bagaimana dia dan adiknya  bisa hidup jika sang papa juga meninggalkan mereka? Semua ilmu tentang ikhlas dan sabar yang sering dia dengar dari sang murabbi tak mampu membuat hatinya rela. Masih ada rasa tak terima, sedih, merontah akan keadaan yang sedang dia alami.

"Ya Allah aku mohon selamatkan papa ... Segera sadarkan dia ... Jangan ambil papa satu-satunya milik kami ... Hamba  tahu engkau Maha Pengasih ... Kasihanilah kami yaa Allah ... segera sadarkan papa kami yaa Allah ... Sunggu tidak ada sesuatupun terjadi tanpa kehendakMu yaa Rabb ... Kabulkan doaku ..." doa yang selalu dipanjatkan Syafira setiap saat, dalam sholat, saat duduk, saat berbaring tanpa bosan.

Tapi hari ini, Syafia hanya duduk terdiam. Tak nampak bibirnya mengalunkan dzikir seperti biasanya. Syafia hanya diam dan diam, dalam hatinyapun tak lagi labtunkan doa yang biasa dia ucapkan. Apakah Syafia sudah pada titik balik kesabarannya? 

" Ya Allah aku tidak tau apa yang harus aku pinta padaMu ...  Engkau yang lebih tahu karena Engkau Yang Maha Tahu " doa terakhir Syafia dalam sholatnya hari ini. 

Ini adalah hari ke 58 papa Syafia dalam keadaan koma. Telah terjadi pendarahan hebat dikepalanya karena kecelakaan itu.  Dokter menjelaskan telah telah terjadi penggumpalan darah otak  sebagian papa Syafira sudah mati, sehingga untuk bernafaspun papa Syafia harus dibantu alat bantu pernafasan yang selalu tersambung ke hidung dan paru-parunya. Demikian juga untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya dipasang selang PEG atau Percutaneous Endoscopic Gastronomy adalah selang makanan permanen yang dimasukkan melalui kulit langsung ke perut papa Syafia.

Setiap saat Syafia dan adiknya bergantian menjaga papa mereka. Mereka tidak tidak ingin merasa sendiri dalam tidur panjangnya. Kata dokter yang merawat, mungkin papa mereka masih bisa mendengar dan merasakan kehadiran orang disekitarnya, maka tak henti mereka suarakan murotal dari sebuah apeaker kecil di ruang perawatan papa mereka. Kadang mereka berdua mengajak berbicar, bercerita apa saja kepada papa mereka. Mereka masih sangat berharap papa mereka masih dapat kembali sehat dan menemani mereka sampai tua.

"Syafia ... Kenapa kamu duduk di sini ... dimana Syifa ? Kata om Arya adik papa yang nomor tiga. Papa Syafira adalah anak tertua dari  5 bersaudara laki-laki semua. Merekalah yang banyak suport Syafia, adik dan papanya selama papa koma di rumah sakit. Syafia hampir tidak tahu sudah habis biaya berapa puluh juta untuk perawatan papanya selama 58 hari di rumah sakit, semua diurus adik-adik papa Syafira.

" om Arya ..." Syafia menjawab sapaan pamannya dengan tergagap karena terkejut sang om adik papa  datang tiba-tiba membuyarkan lamunannya. 

" Syifa di dalam temani papa om ..." lanjitnya sambil beringsut memberi tempat pamannya untuk duduk.

" ngapain kamu di sini ..."

" tidak kenapa - napa om ... Merasa agak dingin  saja di dalam kamar papa AC terus menyala" jawab Syafia memberi alasan.

" ya sudah ... kamu terus sabar ya .." lanjut pamannya.

" iya om ..." jawab Syafia lirih. Meskipun kata sabar mulai kabur tak terdefinisi di dalam hati Syafia. Dia tak lagi mampu mendefinisikan apa itu sabar, apa artinya, bagaimana implementasinya. Karena ternyata sebuah kata " sabar" menjadi sandi semua orang ketika berbicara  dengannya saat ini. Apakah kata " sabar" hanya sebuah kata yang tidak bermakna sehingga begitu mudahnya semua orang mengatakan "sabar" tidak hanya sekali bahkan mungkin berkali-kali setiap bertemu dengannya. Atau mungkin karena tidak ada kata-kata lain yang bisa disampaikan kepada seseorang dalam kondisi sedang berada di titik "nol" kecuali hanya kata "sabar"?

Apakah yang sudah dilakukan Syafira  adalah sebuah bentuk kesabaran? Meskipun ketika suatu waktu dia merajuk dan marah kepada sang Pecipta karena tidak jua mengabulkan doa-doanya yang dilantunkannya setiap saat.

Apakah sabar itu berarti diam dalam musibah tanpa airmata? Padahal air mata Syafia sudah kering karena setiap hari dia harus mengurasnya dalam setiap doa-doanya. 


Next ...

#SHSB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar