MADRASAH KEHIDUPAN


IBU YANG PERTAMA MENGENALKAN CINTA DAN KASIH SAYANG, IBU YANG PERTAMA MENGAJARKAN TENTANG KEBENARAN, IBU YANG MEMBERI WARNA KEHIDUPAN, IBU MADRASAH PERTAMA KEHIDUPAN

Selasa, 11 Agustus 2020

CERBER : RAHASIA BILIK HATI Part 11

 RAHASIA BILIK HATI

Part 11


Sejak kedatangan Ana sang murabbi beberapa hari lalu, Syafia hampir sama sekali tidak dapat terlelap dalam tidurnya. Ada perasaan sedih, bingung dan takut. Syafia sedih karena seharusnya dia masih ingin terus belajar dan tidak ingin segera menikah andai kedua orang tuanya masih ada. Syafia sedih karena tidak ada lagi yang dapat dia mintai pertimbangan ketika dia harus memutuskan untuk menerima atau menolak lamaran seorang ikhwan. Syafia semakin teringat dan rindu kepada mama dan papanya, 

"mama , papa ... Andai kalian ada di sini aku tidak akan mengalami kesedihan ini ..." tangisnya pada suatu malam sebelum dia dapat memejamkan matanya untuk tidur. Hampir setiap malam Syafia mengalami kesulitan untuk memulai tidurnya.  Syafia menderita insomnia sudah sejak dia harus menjaga ayahnya di rumah sakit, dan berlanjut hingga sekarang. Meski dengan dzikir yang panjang dan alunan muratal yang dia perdengarkan untuk memulai tidurnya, dia masih saja sulit terlelap. Kadang dia tiba-tiba terbangun sesaat setelah mulai tertidur, dan biasanya terus terus tidak dapat memejamkan mata sama sekali dan  dia lanjutkan dengan sholat malam dan dzikir hingga subuh tiba. 

Kondisi Syafia  yang kurang tidur  mengakibatkan fisiknyapu menjadi lemah dan nampak kurus serta matanya selalu terlihat sembab. Kecantikannya sedikit memudar karena kesedihan yang teramat dalam yang harus ditanggungnya

Seperti malam itu, syafia tidak bisa memejamkan matanya sama sekali. Syafia masih belum menemukan jawaban apakah dia akan menerima usulan ukhti Ana untuk menikah dengan seorang ikhwan yang belum pernah dikenalnya, atau dia akan lanjutkan hidupnya seorang diri dengan adiknya Syifa. 

Syafia semakin galau ketika dia ingat adiknya yang harus melanjutkan cita-citanya, dan hutangnya untuk pengobatan sang  ayah yang harus dia bayarkan. Apakah ada ikhwan yang akan menerima keadaannya yang seperti ini? Sementara di sisi lain, ada kelelahan yang teramat dalam. Syafia memang sedang membutuhkan sandaran, seseorang yang akan selalu siap mendengar keluhnya, yang akan menghiburnya dikala sedih, dan ikut menopang tanggung jawabnya.

Syafia belum mendapat jawaban atas sholat istikharoh yang sudah tiap malam dia lakukan. Masih belum ada kemantapan, apakah dia akan tega meninggalkan adiknya untuk menikah? 

Sampai hari yang ditentukan, Ana sang murabbi kembali datang lagi menemuinya, Sementara Dyafia belum juga memiliki jawaban untuk Ana.

" Bagaimana ukhti ... Sudah difikirkan ? Sudahkah ada kemantapan .. ?! Tanya Ana sang murabbi saat berkunjung lagi ke rumah kontrakan Syafia seminggu kemudian.

" afwan ukhti ... Saya belum bisa memutuskan" jawab Syafia sedih sembari  memunduk.

" Apa ukhti ingin tahu ikhwan yang ingin melamar ukhti .. ?! Tanya Ana menebak apa yang dipikirkan Syafia.

"bukan ukhti ... Bagi saya siapa saja ikhwan yang menurut ukhti Ana baik untuk saya, saya akan terima" jawab Syafia pasrah.

"terus masalahnya apa ukhti ..." Ana sefikit mendesak Syafia.

" sudahkah ukhti Ana menceritakan keadaan saya sekarang yang sebenar-benarnya pada ikhwan itu ...? tanya Syafia ragu.

" Saya memiliki tanggungan hutang yang sangat banyak ukhti ... Saya juga memiliki tanggungan untuk membiayai sekolah Syifa adik saya  ... Andai saya menikah  saya tidak akan meninggalkan adik saya ukhti ... Saya akan selalu mebawanya bersama saya sampai  dia menikah ... Apakah ikhwan itu akan mau .. ?! Jawab Syafia sambil berurai air mata.

Sejenak Ana diam mendengarkan saja apa yang disampaikan Syafia. Ana sengaja membiarkan saja Syafia mengeluarkan isi hatinya. Syafia terus saja menangis tersedu meluapkan segala gunda yang selama ini menghimpit dadanya.

Ana tidak segera menjawab pertanyaan - pertanyaan yang diajukan Syafia. Beberapa saat dia hanya diam, memberi kesempatan Syafia untuk menenangkan dirinya. Hingga Syafia benar - benar berhenti menangis.

" Baiklah ukhti ... Tidak masalah kalau ukhti Fia memang belum siap ... Saya tahu pasti ini tidak mudah bagi ukhti" Ana mencoba menenangkan Syafia. Dan beberapa saat kemudian, mereka hanyut dalam diam. 

Merasa telah membuka kesedihan hati Syafia, Ana tidak tega melanjutkan pembicaraan apalagi memaksa Syafia untuk memberi jawabannya saat itu, dan dia segera pamit untuk pulang.

Next


#SHSB






Tidak ada komentar:

Posting Komentar