MADRASAH KEHIDUPAN


IBU YANG PERTAMA MENGENALKAN CINTA DAN KASIH SAYANG, IBU YANG PERTAMA MENGAJARKAN TENTANG KEBENARAN, IBU YANG MEMBERI WARNA KEHIDUPAN, IBU MADRASAH PERTAMA KEHIDUPAN

Senin, 10 Agustus 2020

CERBER : RAHASIA BILIK HATI Part 10

 RAHASIA BILIK HATI

Part 10


Dua, tiga minggu telah berlalu, Syafia larut dalam kelam hatinya. Namun dia tetap mencoba tepiskan dengan kesibukan mengerjakan tugas akhir kuliahnya. Fia bertekad akan menyelesaikan tugas akhirnya dalam semester ini, agar dia segera selesai kuliah dan bekerja untuk bisa membayar hutang  biaya pengobatan ayahnya dan mencari biaya sekolah adiknya. Hari-harinya dia isi dengan aktifitas di depan  laptop dan berjibaku dengan buku diktat - diktatnya. Syafia tidak lagi menyukai menghabiskan waktu dengan bercanda dan bercerita sana sini seperti hari sebelum - sebelumnya.

Kebahagiaan Syafia yang biasanya terpancar dari manis senyumnya, dan renyah tertawanya kini seakan sirna ditelan oleh galau hatinya. Hampir tidak ada lagi senyum indah Syafia tersungging di bibir mungilnya. Raut wajahnya menjadi sangat datar, bahkan kadang nampak mendung pekat menggelantung di pelupuk matanya yang nampak selalu sembab.

Teman-temannya serumah kontrakan sudah sangat memahami kondisi Syafia. Mereka mencoba untuk tetap menjadi sahabat dan bahkan saudara Syafia yang sewaktu-waktu siap membantu jika dibutuhkan. Mereka sebenarnya sangat ingin mendengar keluh Syafia dan membantu meringankan bebannya. Tapi tak sekalipun Syafia ingin membagi beban beratnya pada teman - teman seperjuangannya. Syafia lebih memilih menyimpan gundanya seorang diri dan menanggung deritanya sendiri.

" Ukhti ... ada ukhti ana datang mencari anti ..." 

tiba - tiba Aida datang mengusik keasyikan Syafia bercengkeramah dengan buku - buku diktatnya.

" ukhti Ana ... Mencari aku ? Syafia malah bertanya tidak percaya, karena dia tidak menyangka ukhti Ana sang murobbi akan mencari dirinya.

" Iya .. Itu sudah  di tunggu di luar" tandas Aida.

" Baiklah .... Aku berjilbab dulu" sahut Syafia.

Syafia bergegas menemui Ana di ruang tamu rumah kontrakan Syafia dan teman - temannya yang tersekat ditengahnya oleh tabir kain putih. Tabir di ruang tamu rumah - rumah akhwat biasanya disiapkan kalau-kalau  ada ikhwan yang bertamu ke rumah mereka untuk urusan orgnisasi atau kuliah.

"Assalamualaikum ukhti ..." salam Syafia sambil mengulurkan tangan menjabat tangan Ana dan sejurus kemudian mereka saling berpelukan sebagai wujud jalinan silaturahim yang kuat diantara mereka.

Ana bagi Syafia tidak lagi seperti guru atau murobbi, tetapi lebih dari itu. Syafia sudah menganggap Ana sudah sebagai ibu kedua  atau saudara tertuanya. Hanya kepada Ana Syafia berani berkeluh kesah. Hanya dipelukan Ana Syafia mau tumpahkan segala kesedihan. Dan kini Ama sudah di depannya.

"Bagaimana kabar ukhti Fia ... Sehatkan? Ana membuka percakapan.

" Alhamdulillah sehat ukhti ..." jawab Syafia.

" sedang apa tadi ... Saya mengganggu ya ? Tanya Ana.

" Tidak ukhti ... Saya senang ukhti datang" .jawab Syafia basa basi.

" silahlan duduk ukhti ..." kata Syafia mempersilahkan Ana duduk di lantai ruang tamu yang terturup karpet warna merah tua. 

"Afwan ukhti ... Apakah ada sesuatu yang membuat ukhti datang kesini .. ? Tanya Syafia tak sabar ongin tau tujuan Ana menemuinya.

" Iya ukhti Fia ... Ada sesuatu yang ingin ana sampaikan pada anti" kata Ana lembut.

" Tapi sebelumnya ana minta maaf ya ... Jika sekiranya ukhti Fia tidak berkenan" lanjutnya.

Syafia semakin penasaran, dan dia anggukan kepalanya sebagai tanda tidak keberatan terhafap apapun yang ingin disampaikan gurunya.

"Ukhti ... Sejak kemarin ukhti Fia datang ke rumah ... Ana terus mikir apa yang bisa ana buat untuk membantu ukhti ... Lalu ana bercerita pada suami ... Maafkan ana ya ukh" kata Ana merasa bersalah telahenceritakan masalah Syafia kepada suaminya.

"Setelahnya ... Kami diskusi kiranya bagaimana kami bisa membantu ukhti ... Kami merasa kasihan ukhti harus menanggung semua beban ukhti sendiri .." Ana tidak melanjutkan bicaranya. Dia diam sesaat seakan ragu dengan apa yang ingin disampikannya pada Syafia.

" iya ukhti ... Terimakasih ukhti Ana dan mohon maaf ukhti Ana dan suami jadi saya repotin untuk ikut memikirkan keadaan saya " tukas Syafia sejurus kemudian.

" Tidak ukhti ... Bahkan ana dan suami bersyukur anti mau membagi beban yang anti tahankan dengan kami.." lanjut Ana.

" Afwan ya ukhti jika kami lancang ... ana dan suami kemudian berfikir bahwa anti membutuhkan seorang pendamping yang setiap saat dapat mendengar dan berbagi rasa dengannya" kata Ana agak sedikit dipelankan, tidak ingin di dengar oleh penghuni rumah yang lain.

Sementara itu Syafia tersentak, sama sekali belum pernah terfikir dalm hatinya untuk mencari pendamping. Bahkan dia ingin segera selesaikan kuliahnya karena ingin bekerja agar dapat menyelesaikan semua tanggungan hutangnya dan mebiayai sekolah adiknya.

" Bagaimana ukhti ..?! Ana membuyarkan lamunan Syafia.

" Bagaimana ... Gimana ukhti? Syafia justru bertanya balik tidak mengerti.

" Andai ukhti Fia ada yang menginginkan ... Apakah ukhti bisa menerima ?! Ana memperjelas pertanyaannya.

Syafia dibuat bingung dengan pertanyaan - pertanyaan gurunya.

"Saya tidak tahu ukhti ... Apakah ada ikhwan yang mau menikah dengan saya ... Saya adalah perempuan yang sedang memiliki banyak masalah ukhti ... " jawab Syafia ragu.

" Andai ada ikhwan yang bersedia menemani ukhti Fia dalam keadaan apapun apakah ukhti mau ...?! Ana mulai mengarahkan jawaban  Syafia untuk fokus pada kesediaannya untuk menikah.

" Saya tidak tau ukhti ... Akan saya fikirkan dulu ..." jawab Syafia dengan setengah menunduk menyembunyikan matanya yang mulai tergenang oleh air  bening di pelupuk matanya  itu.

" baiklah ukhti ... Ukhti Fia coba fikirkan dan meminta petunjuk pada Allah ya ..." kata Ana  dengan sabar dan memberi waktu Syafia untuk memikirkannya.

" Minggu depan ana akan kesini lagi ya  ... kebetulan ada seorang ikhwan yang sangat baik yang menurut ana dan suami cocok untuk ukhti sedang ingin dicarikan pendamping yang sholihah " jawab Ana mengakhiti pembicaraan mereka dan kemudian berpamitan.

Next

#SHSB




Tidak ada komentar:

Posting Komentar