( Bagian 6 )
HARAPAN TERAKHIRKU PADA KEBAIKAN HATI TEMANKU
Dalam salah satu riwayat hadits, dikisahkan Rasulullah pada peristiwa Isra’ Mi’raj di pintu surga tertulis. “Sedekah berpahala sepuluh
kalinya, sedangkan pinjaman berpahala delapan belas kalinya.” Karena
penasaran, beliau bertanya kepada Malaikat Jibril, “Wahai Jibril,
mengapa pinjaman lebih utama daripada sedekah?” Lalu Malaikat Jibril
menjawab, “Karena seorang peminta-minta, (terkadang) ia masih memiliki
(harta), sedangkan orang yang meminta pinjaman, ia tidak akan meminta
pinjaman kecuali karena kebutuhan.”
Dalam hadits riwayat Ibnu Majah dan Al-Baihaqi di atas, menunjukkan
bahwa memberi pinjaman memiliki keutamaan lebih besar daripada
bersedekah. Terdapat beberapa hadits lainnya yang hampir serupa
menyebutkan memberi pinjaman lebih utama daripada bersedekah. Di dalam
Al-Qur’an juga disebutkan bahwa memberi pinjaman dengan hati yang tulus
untuk kemaslahatan si peminjam akan mendapatkan pembayaran atau pahala
berlipat ganda (QS. Al-Baqarah: 245 dan QS. Al-Hadid: 11). Jika Anda
bertanya, apa saja alasannya yang mudah dipahami?
Pada masa-masa awal kami berkeluarga, belum banyak mata pencaharian yang kami hasilkan. Ditambah dengan kondisi putri kami yang dalam keadaan sakit sehingga butuh biaya yang tidak sedikit untuk pengobatan. Satu persatu benda berharga pemberian orangtua yang kami miliki sudah terjual. Namun karena keadaan putri kami masih belum banyak perubahan, maka kebutuhan akan biaya pengobatan putri kami terus kami butuhkan.
Kami sudah merasa sangat malu merepotkan kedua orangtua dan saudara-saudara kami. Mereka sudah banyak membantu kami tidak mungkin kami terus menggantungkan mereka yang juga memiliki kebutuhan untuk keluarga mereka sendiri. Kami bertekat, kami harus bisa mandiri.
Ternyata untuk mandiri tidaklah mudah, dengan kondisi keluarga kami yang masih sedang di uji. Gaji pertamaku sebagai seorang Calon PNS juga belum dicairkan, sementara suamiku hanyalah seorang guru swasta di sebuah madrasah. Meskipun demikian kami tidak pernah berputus asa, kami yakin Allah SWT pasti akan menolong kami, Allah tidak akan membiarkan kami, bukankah Tuhan menguji hambanya hanya sampai batas kemampuannya ?
Hari itu dalah hari dimana aku harus membawa putri kecil kami kontrol ke Rumah Sakit. Saat itu tidak banyak uang yang kami milliki, hanya ada uang kurang dari 50 ribu di dompet suami. Kami tertegun, akankah putri kami tidak akan mendapatkan obantnya minggu ? Tiba=tiba suamiku ingat masih memiliki cincin yang pernah dia beli dari uang beasiswa yang dia terima saat kuliah. Akhirnya berbekal cincin tersebut kami berangkat ke rumah sakit dengan harapan cicin akan kami jual di pasar dekat rumah sakit. Dan diluar dugaan kami, ternyata cincin tersebut dihargai sangat rendah oleh tukang mas, kami sedih tetapi kami tidak mungkin kembali.
Benar saja, ketika kami harus menyelesaikan pembayaran pemeriksaan putri kami, uang kami hanya sebagian kecil dari tagihan yang harus kami bayarkan untuk pemeriksaan dan obat. Dengan terpaksa kami tidak dapat mengambil obat untuk putri kami, karena uang kami hanya cukup untuk membayar biaya pemeriksaan saja. Akhirnya kami benar-benar tidak dapat membelikan obat untuk putri kami, kami pulang dengan sangat sedih.
Sesampai di rumah, kami sengaja tidak menceritaan kejadian ini pada orang tua kami, kami sudah sangat malu selalu merepotkan mereka. Akhirnya kami mencoba untuk meminjam uang ke beberapa teman kami, mungkin diantara mereka ada yang ikhlas meminjamkan uang untuk kami. Malam harinya dengan perasaan berat bercampur malu dan rasa butuh, suamiku pergi ke rumah temannya yang kami pandang mampu untuk meminjami kami uang, dan ternyata tidak seperti dugaan kami dari tiga teman yang sudah didatangi mereka semua menyatakan tidak dapat membantu kami, dengan berbagai alasan yang mereka sampaikan pada suami. Sungguh pengalaman pertama pinjam uang yang sangat pahit, betapa tidak, mulai berangkat, mengentuk pintu, hingga menyampaikan tujuan kedatangan semuanya dilakukan dengan perasaan yang sangat berat, karena rasa malu. Jika bukan karena kami sangat membutuhkan untuk beli obat untuk meringankan penderitaan putri kami, maka ini tidak akan pernah kami lakukan.
Beruntungnya, keesokan harinya ada kakak suami yanng datang ke rumah kami, setelah mendengar cerita suami sang kakak siap mencarikan pinjaman untuk kami karena keadaannya pun terbatas, kami hanya berharap kakak berhasil mencarikan pinjaman untuk kami, sehinggan kami dapat membeli obat untuk pputri kami.
Alhamdulillah, syukur kami yang tidak terkira atas uang pinjaman yang dibawa kakak untuk kami. Walaupun itu hanyalah uang pinjaman, tapi bagi kami itu adalah rezeki yang tidak terkira dari Allah SWT pada saat kami sangat membutuhkan. Tidak henti kami ucapkan terimakasih, karena masih ada teman yang percaya pada kami meskipun lewat kakak kami. Akhirnya penderitaan putri kami dapat tertolong karena kebaikan hati
seorang teman dan saudara yang tidak akan pernah kami lupakan selamanya.
Subhanallah, hadits yang disampaikan Rosulullah tentang pahala meminjami lebih besar dari memberi di atas, benar - benar dapat saya buktikan.. Seseorang yang meminjam sesuatu terutama uang pada orang lain, dilakukan pasti dengan sangat terpaksa karena memang dalam keadaan sangat membutuhkan. Kami merasakan betapa beban yang sangat besar dipikul oleh orang yang akan meminjam uang kepada orang lain, beban terberat yang dirasakan adalah perasaan khawatir tidak dikabulkan sebagai bentuk ketidakpercayaan seseorang kepada kami. Belum lagi jika benar-benar tidak diberi, maka ada harga diri yang terkoyak di dalam penolakan tersebut, kecuali karena suatu alasan yang dapat diterima dan dimengerti. Demikianpun betapa besar rasa syukur dan rasa terimakasih ketika permohonan untuk meminjam uang dikabulkan pada saat yang sangat darurat membutuhkan. Karena hal itu berarti telah memberikan solusi dari permasalahan dan kesulitan yang dihadapi.
الـصـواب والله أعلمُ ب
الـصـواب والله أعلمُ ب