MADRASAH KEHIDUPAN


IBU YANG PERTAMA MENGENALKAN CINTA DAN KASIH SAYANG, IBU YANG PERTAMA MENGAJARKAN TENTANG KEBENARAN, IBU YANG MEMBERI WARNA KEHIDUPAN, IBU MADRASAH PERTAMA KEHIDUPAN

Kamis, 14 Februari 2019

Butterfly - 1

KARUNIA “INDAH” DARI TUHAN

Oleh : Ummu Syafirah

Hari itu adalah hari yang bersejarah dalam hidupku karena pada hari itulah Allah SWT telah tampakkan tulisan  takdirku, pada hari itu telah terjadi deklarasi perubahan kehidupanku, identitasku sebagai manusia dengan pola kehidupan normal segera berakhir. Aku bukan lagi manusia biasa, tetapi sejak hari itu aku adalah  manusia dengan takdir istimewa yang dipilih oleh Allah untuk menerima anugerahNya, anugerah menjadi seorang “Odapus” yaitu seorang penyandang lupus, Subhanallah. 
Anugerah  indah dari Allah SWT dengan gelar baru menjadi seorang Odapus pada awalnya tidaklah mudah aku terima, gelar istimewa  bak gelar seorang “ratu”, yang hanya dianugerahkan kepada orang-orang istimewa yang dipilihNya termasuk diriku, yang harus mendapat perlakuan istimewa, dengan tiga hal pokok yang telah ditetapkan untuk aku terima sebagai pembiasaan sepanjang hayatku dan demikianpun harus dapat diterima  keluarga dan orang-orang dekatku. Sejak saat itu diriku tidak lagi bebas keluar rumah maupun berada ditempat terbuka selama matahari masih bersinar terang menampakkan cahaya dan memancarkan sinarnya. Sejak saat itu, aku juga harus selalu bahagia, sungguh anugerah yang indah karena kebahagiaan adalah keinginan dasar semua umat manusia, stress menjadi pantangan utama bagiku yang tidak boleh terjadi padaku, dan sejak saat itu pula, secara fisik aku tidak boleh lelah, tidak boleh mengerjakan pekerjaan yang dapat membuatku semakin kehilangan dayaku.
Takdirku membawaku bagaikan seorang “Ratu” dalam istana yang megah dengan ratusan pelayan yang siap melayaniku setiap saat aku butuhkan dan dayang-dayang yang dapat menghibur diriku setiap waktu. Atau, diriku menjadi bagaikan “Batu Pualam” yang harus disimpan dalam bejana  kaca nan indah, yang hanya bisa disentuh dengan setuhan lembut kasih sayang, dan dijaga selalu dengan sepenuh kasih karena nilainya yang tak ternilai. 
Tapi, siapa yang akan dapat melayaniku bak seorang “ratu” ? siapa yang dapat menjagaku bagaikan “batu pualam” dalam bejana kaca itu ? 
Aku hanyalah wanita biasa, yang setiap pagi harus bangun lebih awal menyiapkan sarapan untuk anak-anak dan suamiku, mencuci dan membersihkan rumah sebelum berangkat ke tempat kerja. Aku hanyalah wanita biasa yang harus pergi ke pasar, mengantar anak sekolah, mengajar mengaji anak-anak sekitar kampungku, dan masih banyak aktifitas yang sehari-hari harus aku lakukan. Aku bukanlah “ratu” atau wanita kaya “sosialita” yang serba berkecukupan dengan mobil pribadi dan sopir yang siap mengantar kesana kemari sehingga tidak perlu bertatap pandang dengan mentari. Aku hanyalah wanita kampung biasa, yang hari-hariku bersahabat dengan matahari, berteman dengan letih, dan kadang berselimutkan duka dan kesedihan. Bagaimana aku harus jalani hidupku setelah detik ini ? batinku menangis saat itu.  
Tentu dengan kondisiku yang seperti itu,  aku hanya mampu berharap  orang-orang terkasihku, suamiku dan anak-anakku dapat memahami kondisi istimewaku, dan siap mendampingiku melewati hari-hari yang tentu tidak akan mudah bagiku dan juga keluarga terdekatku. Namun, sampai kapan mereka akan kuat dan sabar mengayuh derita bersamaku, bersama lupus yang selalu akan menemaniku ? 
Sudah lama sebenarnya aku mendengar penyakit aneh ini, yang aku tahu dia juga memiliki  julukan aneh sebagai “penyakit seribu wajah” karena gejalanya yang dapat menyerupai gejala berbagai macam penyakit, dia juga sering dijuluki  dengan  butterfly atau kupu-kupu cantik karena satu-satunya gejala spesifik yang nampak secara fisik adalah timbulnya ruam merah di pipi dan hidung yang menyerupai kupu-kupu,  yang sekarang justru menjadi gaya atau trend berdandan remaja masa kini.
 Takdir yang kemudian menjadikanku tertarik dan respek dengan penyakit kupu-kupu ini sebelum aku sendiri divonis mengidapnya. Ketika di rumah sakit atau dimana saja aku berjumpa dengan seseorang yang bercerita mengidap penyakit ini, maka aku segera “kepo” mencercah dengan banyak pertanyaan tentang bagaimana awal kejadiannya, bagaiamana rasanya, sampai apa yang sudah mereka lakukan sebagai upaya untuk sembuh ? dan seperti julukan penyakit lupus ini  sebagai penyakit seribu wajah benar adanya, karena mereka memiliki cerita yang berbeda satu dengan yang lainnya, masing – masing  memiliki cerita tentang gejala dan apa yang dirasakan  berbeda antara satu dengan yang lainnya, namun pada umumnya mereka sama-sama memiliki gejala munculnya “humairoh” atau ruam merah dikedua pipinya seperti  julukan yang diberikan  Rosulullah SAW kepada  Aisyah ra sang istri tercinta.
Pada umumnya para odapus termasuk diriku didiagnosis penyakit ini setelah melewati masa bertahun-tahun berobat untuk sebuah penyakit yang tidak jelas diagnosisnya tetapi nyata kami rasakan. Tidak sedikit  yang kemudian diantara kami  menyerah dan terpaksa meyakini bahwa sakit yang dideritanya adalah sakit karena guna-guna dan sebab magis lainnya, karena secara fisik gejala yang dirasakan oleh penderita tidak didukung oleh data medis, dengan tidak ditemukan dalam hasil tes positif yang dilakukan oleh dokter yang dapat mendukung ditegaknya diagnosis terhadap suatu penyakit tertentu. Atau, kalaupun dokter sudah mendiagnosis mengidap penyakit tertentu tetapi tidak berujung pada kesembuhan setelah bertahun-tahun dilakukan pengobatan tapi malah justru semakin bertambah parah, seperti halnya diriku yang hampir tujuh tahun dalam perawatan sakit lambungku, dan tidak juga sembuh. 
Lupus sang kupu-kupu cantik bisa muncul menyerupai gejala sakit apa saja, seperti lambung, ginjal, jantung, paru-paru, gatal-gatal yang tidak berkesudahan, kulit bersisik, luka yang tidak sembuh sampai bertahun-tahun dan lain sebagainya, sesuai dengan julukannya penyakit “ seribu wajah”. Dengan kondisi demikian banyak diantara mereka sebelum terdeteksi terkena lupus  sudah prustasi, tidak hanya karena sakitnya, melainkan yang lebih berat dari itu adalah kepercayaan keluarga terhadap dirinya yang semakin  terkikis sedikit demi sedikit dan menganggap mereka hanya mencari perhatian dan manja saja, sehingga banyak diantara mereka yang kemudian tidak melanjutkan pemeriksaan dan lebih percaya kepada pengobatan alternative yang tidak rasional seperti dukun. Ataupun ketika mereka masih ada yang memiliki  kekuatan untuk berikhtiar kadang keadaanpun sudah terlambat ketika  terdiagnosis Lupus. Lupus sudah menyerang organ-organ vitalnya sehingga sebagian organ dalam tubuh sudah mengalami kerusakan. 
Bersyukur bagi yang kemudian Allah segera menunjukkan jalannya, sehingga sebelum benar-benar terlambat lupus segera terdeteksi di dalam dirinya, sehingga bisa mendapatkan penanganan medis yang lebih cepat, sehingga dengan demikian harapan akan pulih  kembali atau  “sembuh”  dan hidup selayaknya orang normal lainnya dengan tidak lagi menkonsumsi obat ( remisi ) akan semakin besar, seperti halnya diriku. 
Aku tidak sengaja dipertemukan Allah dengan dokter Heri Eko Subiyanto, dokter spesialis dalam yang menemukan lupus ada dalam diriku. Karena hampir tujuh tahun aku menjadi pasien dokter penyakit dalam yang lain di rumah sakit yang sama untuk perawatan lambungku tetapi tidak juga sembuh, dan belakangan justru semakin parah. 
Pada saat aku benar-benar merasakan sakit lambungku sudah tidak dapat aku tahankan karena sudah hampir satu bulan tidak dapat mengkonsumsi makan apapun selain kentang dan bubur. Sudah terbersit niat untuk melakukan second opinion ke dokter yang lain, namun aku ragu dan mengurungkan niatku. Akhirnya pada hari itu aku tetapkan akan periksa kembali ke dokter penyakit dalam yang selama ini sudah menanganiku. Namun kuasa Allah, hari itu dokterku berhalangan hadir karena suatu urusan, sehingga karena sakit yang aku rasakan aku mengambil keputusan tetap periksa ke dokter penyakit dalam yang ada pada hari itu, yaitu dr. Heri Eko S. yang kemudian membawaku ke lupusku ini. Penyakit yang belum ditemukan sebab dan cara pengobatannya, ini adalah “hadiah indah” dari sang Khalik untukku yang akan bersamaku selama hidupku.
Waktu itu hari sabtu, bersyukur suamiku mau menemaniku menemui  dokter,  tidak seperti biasanya setiap mengantar aku ke dokter dia  lebih suka memilih tiduran saja di dalam mobil sambil dengarkan musik untuk menghilangkan kejenuhannya. Bersyukur pada hari itu suamiku setia menemaniku, sampai tibalah giliranku masuk ke ruang konsultasi dokter. Bersama suamiku aku segera masuk ruang dr Heri Eko yang menerima kami dengan sangat ramah,  beberapa hal ditanyakan dokter untuk menegakkan diagnosanya termasuk sejak kapan mulai sakit, apa yang aku rasakan, dan banyak lagi. Aku ceritakan semua tentang perutku yang tidak bisa masuk makanan apapun, tangan-tangan dan kaki-kakiku yang mulai kebas dan kesemutan, kepalaku yang selalu tegang spt terserang vertigo, dan sakit tidak terkira, badanku yang selalu panas dan sering tiba-tiba meras lemas, bahkan berkali-kali mendadak pingsan. Sementara itu, dengan seksama dokter hanya mendengar celotehanku dan memandang tajam mukaku, seakan beliau menemukan sesuatu yang aneh di mukaku. 
Dan benar saja, dokter meminta suamiku mendekat dan memperhatikan mukaku, dia menanyakan beberapa bagian mukaku yang katanya berwarna kemerahan di bagian pipi dan hidungku, dokter juga meminta suamiku membandingkan warna kulit di pipiku dengan warna kulit disisi yang lain, aku tidak faham apa maksud dokter melihat warna mukaku ? apa hubungan dengan sakit lambungku ?. Selanjutnya dokter memintaku membuka mulut dan memeriksa mulut dan lidahku yang memang sudah hampir satu bulan ini terasa sangat keluh dan hampir selalu berasa pahit. 
Sayangnya, selesai pemeriksaan  dokter tidak menjelaskan apapun pada kami  tentang dugaan penyakit yang aku derita. Dokter hanya meminta aku untuk tes darah ke Surabaya dengan menyodorkan surat pengantar pemeriksaan laboratorium. Dan meminta kami datang seminggu kemudian dengan membawa hasil tes laboratorium yang disarankan tersebut. Pulang dari Rumah Sakit tak henti aku ucapkan doa dan harapan dalam hati  semoga tidak ada sakit serius yang aku derita, meskipun pikiranku mulai kalit takut diagnosis yang disembunyikan dokter mengarah ke lupus yang selama ini aku tahu memiliki satu tanda adanya ruam merah di pipi dan hidung menyerupai  kupu-kupu. 
Hingga tibalah sudah hari Rabu seminggu kemudian, dimana aku harus kembali menemui dokter dan menyerahkan hasil tes darahku yang sudah keluar, sesuai dengan perjanjianku dengan dokter Heri Eko S. untuk mendapatkan diagnosis sakitku. Dengan membawa hasil laboratorium yang sama sekali aku tidak fahami dan mengerti apa isinya meskipun sudah aku buka dan aku baca terlebih dahulu berulang-ulang. 
Aku segera menemui dokter sesuai dengan nomor urutanku, dokter menjelaskan sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium yang disebutkan dalam laporan hasil tes yang disebut “Ana Test” itu. Hasil tes yang berupa secarik kertas yang berisi  deretan panjang penjelasan dalam bahasa inggris dan medis yang sama sekali aku tidak fahami. Dari hasil ana test tersebut dokter mendiagnosis aku positif terkena autoimun atau yang oleh orang awam sering disebut dengan Lupus. Selanjutnya dokter menyarankan aku  untuk menginap di rumah sakit beberapa hari untuk terapi awal dan mengadakan tes darah lanjutan, yang kemudian mengarahkan aku ke  SLE ( Systemic Lupus Erythematosus) atau sering disebut  dengan “Lupus” saja.
Saat mendengar diagnosis dokter pertama kali tentang penyakitku, aku langsung tertunduk, tak terasa bulir air mata telah deras mengalir tak terbendung di pipiku, tidak lagi aku dengar dokter berkata apa untuk coba menghiburku, yang kurasa hanyalah kesedihan yang tak terukur setelah aku di vonis oleh dokter menderita penyakit yang selama ini aku takutkan yaitu Lupus sang kupu-kupu itu. 
Dokter selanjutnya memanggil suamiku untuk memberikan penjelasan yang lebih detail terkait dengan penyakitku, dokter menyatakan yang aku derita sebenarnya bukan penyakit seperti pada umumnya yang di sebabkan oleh bakteri, virus dan lainnya, namun penyakit yang aku derita saat ini adalah karena telah terjadi kesalahan system imun dalam tubuhku sehingga antibody yang mestinya menjadi pelindung tubuhku justru menjadi semacan srigala yang sewaktu-waktu dapat merusak organ-organ dalam tubuhku sendiri, yang disebut dengan autoimun, yang secara medis belum ditemukan penyebab dan cara-cara penyembuhannya. Sungguh sangat tidak menduga akhirnya aku juga harus mengalami deritanya. 
Mau tidak mau aku harus terima takdirku, Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau lupus  mulai sekarang resmi aku derita dan bersarang dalam tubuhku, dia dapat menyerangku  kapan saja karena system imun tubuhku yang sudah tidak lagi dapat mengenali organ-organ yang harus dilindungi, namun justru menjadi ancaman besar bagi tubuhku sendiri. Kini aku tidaklah seperti yang dulu, energik dan tidak pernah bisa diam, selalu ada saja aktifitas yang aku lakukan pada hari-hariku. Saat ini, aku tidak lagi memiliki daya, mudah lelah dan tidak dapat bekerja keras, ngilu hampir disekujur tubuh setiap saat, otot yang melemah dan mudah kram, kepala pusing yang berkepanjangan, sungguh “anugerah” yang harus aku terima dengan ikhlas dan sabar. Aku tidak menyangka, sakit lambung yang sudah aku derita hampir tujuh tahun, yang berkembang menjadi sakit kepala dan kadang sakit disekujur tubuhku ini,   merupakan gejala penyakit lupus yang divoniskan kepadaku pagi itu.

Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar